1. Perspektif Satu Titik Hilang
Perspektif satu titik hilang merupakan cara menggambar perspektif yang paling mudah, karena keseluruhan objek pada bidang gambar dapat diukur dengan skala. Walaupun cara ini yang termudah, gambar perspektif satu titik hilang dapat terlihat alami namun juga sangat mudah terdistorsi.
<>
Konstruksi perspektif satu titik hilang didasari oleh kenyataan bahwa garis vertikal digambarkan secara vertikal, garis horisontal digambarkan secara horisontal, dan hanya garis-garis yang menunjukkan kedalaman perspektif yang bertemu pada satu titik hilang (kecuali garis-garis melintang yang memiliki sudut selain 0o dan 90o terhadap garis normal/cakrawala).
Perspektif satu titik hilang menggambarkan sebuah objek dengan satu titik pedoman yang menghubungkan dengan bidang gambar. Metode ini menggunakan hanya satu titik hilang di mana semua garis perspektif tersebut akan tertuju, serta satu titik ukur yang berperan pula sebagai titik diagonal (lihat gambar).
Gambar perspektif satu titik hilang sangat membantu dalam proses awal dan pengembangan gagasan sebuah desain, namun jarang sekali digunakan para desainer untuk presentasi akhir sebuah desain.
Perspektif Satu Titik Metode Garis Tanah
Metode garis tanah banyak digunakan karena relatif paling praktis dan garis-garis konstruksinya sederhana. Akan tetapi metode ini terbatas penggunaannya untuk ruangan geometris sederhana berbentuk kotak dengan arah pandangan harus selalu frontal (tegak lurus) terhadap salah satu bidang dinding datar dalam ruangan
Metode ini menggunakan perpanjangan garis tanah sebagai garis ukur untuk menerapkan ukuran-ukuran sebenarnya yang sejajar dengan garis sumbu pandangan.
Bidang A.B.B1.A1 (salah satu dinding ruangan) yang mendasari gambar perspektif ruangan.
Pada perpanjangan garis tanah (ke kiri maupun ke kanan) garis BD diukurkan (dalam gambar = B’D1).
Dari titik D1 ditarik garis yang tgak lurus terhadap garis B’D’ dan perpanjangan garis ini memotong garis horison pada titik TU yang berfungsi sebagai titik ukur bagi semua ukuran kedalaman lainnya.
2. Perspektif Dua Titik Hilang
Perspektif dua titik hilang menggambarkan objek dengan menggunakan dua titik hilang yang terletak berjauhan di sebelah kanan dan kiri pada garis cakrawala. Perspektif dua titik hilang memberikan kesempatan untuk menggambarkan sudut terdekat atau terjauh dari sebuah objek atau ruangan. Dalam perspektif dua titik hilang, sudut ruangan atau tepi sebuah objek digambar terlebih dahulu dan dapat digunakan sebagai skala secara horisontal dan vertikal, untuk kemudian ditarik garis dari titik hilang.
Seperti dalam perspektif satu titik hilang, garis cakrawala digambarkan secara horisontal dan ditentukan oleh tinggi mata pengamat. Berbeda dari garis cakrawala dan elemen-elemen yang terletak di garis cakrawala, tidak ada garis horisontal yang ditemukan pada perspektif dua titik hilang – kecuali pada objek-objek yang memiliki kemiringan 45o, semua garis yang secara nyata terlihat sejajar horisontal akan terlihat miring menuju ke dua titik hilang.
Hanya ada satu garis horisontal dan vertikal yang digunakan sebagai skala pengukuran, yaitu garis horisontal dan vertikal pada sudut terdekat atau terjauh dari objek tersebut (dianjurkan menggunakan garis pada sudut terjauh dari objek tersebut).
Perspektif dua titik hilang sangat sulit untuk digambar secara terukur. Bagaimanapun, perspektif dua titik hilang menampilkan gambar yang terlihat lebih alami dengan sedikit distorsi dibanding metode perspektif yang lainnya.
Perspektif Dua Titik Hilang Metode Titik Ukur
Garis AB merupakan garis batas pandangan terhadap ruangan yang akan digambar. Letak dan posisinya ditentukan sendiri sesuai dengan kebutuhan.
Titik mata M dan tinggi cakrawala diatas garis tanah juga ditentukan sendiri. Dari titik M ditarik dua garis lurus yang membentuk sudut siku-siku (saling tegak lurus), kedua garis memotong garis cakrawala pada dua titik hilang (H3 dan H4) dengan letak yang juga ditentukan sendiri. Titik U1 dan U2 berfungsi sebagai titik ukur.
Pada garis A1.A atau B1.B diukurkan tinggi langit-langit ruangan, tinggi pintu dan semua ukuran lain ke arah vertikal yang diperlukan.
Dengan mengukurkan potongan garis p1, p2, p3 dan p4 pada garis A1-B1 dan menghubungkannya dengan titik ukur yang sesuai (U1 atau U2) maka titik-titik yang diinginkan akan ditemukan dan gambar perspektif ruangan dapat digambarkan dalam kerangka bidang A1.B1.TL.C.
Perspektif Dua Titik Hilang Metode Garis Ukur
Seperti halnya pada metode titik ukur, pada metode ini letak garis AB, tinggi cakrawala dan letak titik hilang ditetapkan terlebih dahulu sesuai dengan kebutuhan.
Prinsip metode ini:
Dari titik yang ingin ditemukan dalam perspektif ditarik dua garis yang masing-masing sejajar dengan dua dinding ruangan yang tergambar pada denah. Kemudian titik-titik potong yang terjadi dengan garis AB diproyeksikan ke garis tanah dan diteruskan ke titik hilang yang sesuai. Titik potong kedua garis proyeksi ini adalah titik yang dicari dalam gambar perspektif. Contoh: lihat konstruksi garis untuk menemukan titik C pada gambar perspektif (=C1).
Titik L adalah ketinggian langit-langit ruangan, sedangkan titik P adalah ketinggian pintu. Kedua ukuran ini dan ukuran lain ke arah vertikal dapat diukurkan pada garis B1.L atau garis A1.A2.
Bidang A1.B1.L.A2 adalah bidang batas pandangan perspektif terhadap ruangan yang digambar.
3. Perspektif Tiga Titik Hilang
Perspektif tiga titik hilang sangat tidak biasa untuk digunakan pada ilustrasi atau presentasi desain interior. Secara umum, perspektif tiga titik hilang terbentuk dari dua titik hilang yang terletak di garis cakrawala dan satu titik hilang tambahan yang terletak di atas atau di bawah garis cakrawala, segaris lurus secara vertikal dengan titik diagonal, sehingga bila ditarik garis berurutan dari ketiga titik hilang tersebut akan membentuk segitiga sama sisi, yaitu segitiga yang memiliki sudut yang sama, yaitu 60o (lihat gambar).
Penggunaan metode tiga titik hilang dapat menyebabkan distorsi yang berlebihan karena hampir semua garis tertuju pada titik hilang-titik hilang. Ini berarti dalam menggambarkan perspektif tiga titik hilang membutuhkan kemampuan visualisasi yang sangat baik. Walaupun begitu, perspektif tiga titik hilang masih dapat diukur, yaitu dengan menggunakan titik diagonal yang berjumlah tiga buah yang terletak di antara ketiga titik hilang (lihat gambar).
Perspektif tiga titik hilang biasanya digunakan pada benda-benda arsitektural yang berukuran sangat besar, seperti gedung-gedung bertingkat. Hasil yang ditampilkan perspektif tiga titik hilang biasa disebut ‘penglihatan mata burung’ bila titik hilang berada di bawah garis cakrawala, dan ‘penglihatan mata semut’ atau ‘penglihatan mata kodok’ bila titik hilang berada di atas garis cakrawala.
BATANG, KOMPAS.com — Cinta tidak pandang usia, dan itulah yang terjadi pada Sarkonah, nenek berusia 81 tahun. Ia jatuh cinta dan menjalin asmara dengan perjaka bernama Ahmad Fadholi alias Mat Jali, tetangganya yang berusia 35 tahun.
Lima tahun hubungan mesra mereka berjalan tanpa pernikahan alias kumpul kebo, di kampung mereka di Desa Dempet, RT 02/RW 09, Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Hubungan mereka akhirnya membuat para tetangga gerah. Hubungan kedua manusia yang usianya berbeda jauh ini dinilai sudah meninggalkan nilai kesopanan.
Namun, bukan jalan kekerasan yang diambil para tetangga Sarkonah dan Mat Jali. Mereka berembuk dan sepakat menikahkan pasangan tersebut.
Akhirnya, Sarkonah, warga asal Dukuh Dempet, Desa Gringsing, Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, resmi diperistri Mat Jali.
Sarkonah yang akrab dipanggil Mbah Konah tampak bersemangat dan tidak memperlihatkan perasaan malu atau risih ketika diminta menceritakan perjalanan cintanya dengan Mat Jali.
"Sebelumnya, saya memang biasa-biasa saja ketika bertemu dengan Mat Jali. Namun, akibat sering bertemu dan adanya perhatian besar dari Mat Jali, saya pun mulai mencintai dirinya," katanya.
Ditemani menantunya, Sukimah, nenek kelahiran 1928 itu bercerita bahwa perasaan cinta Mat Jali dengannya tidak diukur dari status umurnya, tetapi kondisi kehidupannya.
Mat Jali, yang saat ini menempati rumah dengan ukuran luas 3,5 x 6,5 meter itu, dipandangnya sebagai pasangan hidup untuk kedua kalinya.
Mbak Konah pernah menikah dengan Yamin (almarhum) dan dikaruniai tiga putra, yaitu Mujiyo (57), Mujiman (54), dan Matoya alias Reban (50).
Ia mengaku sering memendam perasaan rindu jika sehari tidak bertemu dengan Mat Jali. Dengan begitu, sering kali tanpa ada perasaan sungkan, Konah pun menemui pacarnya yang bekerja mencari ikan di sungai.
"Kami berdua memang sering mencurahkan perasaan cinta itu di tepi sungai Gringsing layaknya pasangan muda yang sedang dimabuk asmara," kata nenek yang bekerja sebagai buruh tani itu.
Saat ini, pasangan tersebut sudah resmi menjalani pernikahan secara sah karena telah menjalani ijab kabul di depan petugas Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Gringsing pada 25 Oktober.
Namun, seusai melangsungkan pernikahan, Mat Jali kini sulit ditemui dan tidak pulang ke rumah istrinya. "Saya tidak tahu ke mana suami pergi karena saat itu tidak pamit," katanya.
Sukimah (42), menantu nenek Sarkonah, mengatakan bahwa untuk melangsungkan pernikahan ibu mertuanya itu, keluarganya terpaksa harus membiayai dengan gotong royong karena Mat Jali hanya mampu memberikan mas kawin sebesar Rp 30.000.
"Jujur saja, biaya untuk pernikahan ibu mertua, kami harus bergotong royong dan menjual sebuah cincin seharga Rp 250.000 yang saat itu masih dipakai nenek," katanya.
Menurut Sukimah, pernikahan ibu mertuanya dengan Mat Jali hampir gagal karena saat petugas KUA datang ke rumahnya, Mat Jali bersembunyi di rumah tetangga.
"Saat akad nikah akan dilangsungkan, Mat Jali sempat tidak ada di rumah sehingga warga pun ikut mencarinya. Mat Jali pun akhirnya bersedia dinikahkan setelah ditemukan warga di rumah seorang tetangga," katanya.
Menurut dia, kisah hubungan asmara ibu mertuanya dengan Mat Jali ini memang sempat membuat jengkel dan resah warga di Dukuh Dempet karena keduanya sudah tidak memandang kepatutan adat istiadat dan kesopanan.
"Semula keduanya sempat akan dinikahkan siri oleh warga, tetapi keluarga kami tidak setuju sehingga akhirnya dinikahkan secara hukum negara," katanya.
Turyati (50), tetangga Sarkonah, mengatakan bahwa sebelum menjalani pernikahan resmi, kelakuan Mbah Konah ini memang telah meresahkan warga yang ada di sekitar desanya karena perbuatan Mbah Konah dan Mat Jali sudah seperti layaknya pasangan suami istri yang sah.
"Kedua pasangan nenek dan perjaka ini akhirnya dinikahkan setelah kepergok menjalani hubungan intim di bawah jembatan sungai. Keduanya memang sudah tidak ada perasaan malu atau kata orang Jawa, ndablek," katanya.
Sementara itu, Kepala Desa Gringsing Sutiarso mengatakan, perasaan cinta yang dipendam Nenek Sarkonah masih dalam batas kewajaran dan bisa saja menghinggapi semua manusia.
"Maka, dengan sudah dinikahkannya Nenek Sarkonah dengan Mat Jali, warga pun sudah lega karena desa tidak dicemari oleh kelakuan pasangan itu," katanya.